Rabu, 29 Juli 2009

KONSEP GENDER DALAM DUNIA PENDIDIKAN

IMPLEMENTASI KONSEP GENDER DALAM PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR-MADRASAH IBTIDAIYAH

1. Latar Belakang
Sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan yang paling awal dikenal dan dirasakan oleh anak. Segala macam konsep dasar dikenalkan diusahakan dengan sebenar-benarnya, karena terjadi kesalahan sedikit saja tentang konsep tersebut, maka akan lama untuk mengubahnya.
Demikian pula halnya dengan konsep gender. Selama ini belum ada penelitian yang memadai yang dapat menyajikan data apakah para Bapak/Ibu Guru di tingkat dasar telah memiliki pemahaman tentang konsep gender yang benar. Konon banyak para ahli gender mengatakan jangankan guru-guru di sekolah dasar ‘lha wong’ para pejabat yang jauh lebih kedudukan dan kepandaiannya saja masih belum punya konsep gender yang benar. Kalaupun ada yang benar biasanya lemah di implementasinya.
Selanjutnya kalau keadaan implementasi gender seperti di atas, bagaimanakah sebenarnya implementasi konsep gender di sekolah dasar itu?
Berikut ini akan disajikan implementasi konsep genger di sekolah dasar. Minimal indicator implementasi konsep gender tersebut dapat diketahui.

2. Indikator Implementasi Konsep Gender dalam Pendidikan SD-MI
Beberapa indicator yang dapat dijadikan parameter implementasi konsep gender di sekolah dasar-madrasah ibtidaiyah adalah sebagai berikut.
1. KBM Guru
2. Bahan Ajar atau Buku Teks Pelajaran
3. Tulisan Siswa
4. Lingkungan Sekolah

2.1 KBM Guru
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) guru dapat dijadikan indicator implementasi konsep gender dikarenakan hal-hal di bawah ini:
 dalam KBM terjadi interaksi multi arah antara guru dan siswa, siswa dengan siswa. Dapat melalui contoh kalimat guru/siswa, sikap guru, tata ruang yang tidak berpihak pada konsep gender yang benar;
 dalam KBM terjadi transfer ilmu pengetahuan (kognitif, afektif, psikomotor) baik secara lisan maupun tulisan;
 dalam KBM dimungkinkan sekali siswa mengagumi salah seorang guru yang akan sennatiasa dijadikan ‘pedoman’ dalam bertindak dan bertutur;
Dari tiga sebab di atas, dapat dibayangkan bagaimana seandainya guru belum mempunyai konsep gender yang benar. Mungkin seperti masa kecil kita dulu yang sering mendapat contoh kalimat : “Ibu memasak di dapur”, “Bapak pergi ke kantor”, Wati membantu ibu di dapur” dll

2.2 Bahan Ajar atau Buku Teks Pelajaran
Bahan ajar atau buku teks pelajaran yang disusun oleh para pengarang melalui penerbit-penerbit diharapkan berwawasan gender karena :
 untuk mengurangi (kalau dapat menghilangkan) stereotip gender;
 stereotip gender yang terdapat dalam bahan ajar secara tidak sadar akan diinternalisasikan oleh anak didik sejak dini melalui bahan ajar;
Contoh : bahan ajar yang selalu menyuguhkan bacaan yang di dalamnya tokoh ibu selalu memasak di dapur, mengasuh anak akan ditangkap anak perempuan besoknya anak perempuan tu selalu begitu.
 Untuk menyosialisasikan sikap adil antara laki-laki dan perempuan dalam mendapat hak, akses, status social, dan manfaat yang sama dalam bermasyarakat;
 Dengan pemahaman konsep gender yang benar akan secara tidak langsung mengembangkan SDM Indonesia.

2.2.1 Bagaimana dengan Bahan Ajar/Buku Teks Pelajaran Kita?
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh PSW (Pusat Studi Wanita) IPB terhadap bahan ajar B. Indonesia (kelas 1 s.d 6), IPA (kelas 3 s.d 6), IPS (kelas 3 s.d 6), dan PPKn (kelas 1 s.d 6) dari berbagai macam penerbit di kota-kota besar (BP, YDTR, IP, dan ERL) terdapat 61,87% gambar yang bias gender dan uraian materinya mencapai 36,87%. Sungguh hasil yang ‘menyedihkan’ di tengah-tengah kita mendengungkan gema reformasi di segala bidang.
Mengapa dapat terjadi? Hal ini disebabkan oleh beberapa factor, di antaranya adalah:
 Belum adanya kemampuan dan kiat yang memadai bagi penulis bahan ajar terhadap konsep gender;
 Kurang konsen-nya penulis dan penerbit dalam memperjuangkan kesetaraan gender;
 Belum tersosialisasikannya panduan penulisan bahan ajar yang berwawasan gender;
 Pengaruh stereotip gender yang dibawa baik oleh penulis maupun person dari tiap penerbit yang mungkin didapat ketika sekolah dulu.

2.2.2 Seperti Apakah Bahan Ajar/Buku Teks Pelajaran yang Berwawasan
Gender Itu ? mobilku
Kemudian yang menjadi pertanyaan seperti apakah bahan ajar yang berwawasan gender itu ? Bahan ajar yang berwawasan gender mempunyai cirri-ciri sebagai berikut.
 Bahan ajar yang menggambarkan kehidupan nyata, kehidupan yang sehari-hari dialami siswa maupun guru.
 Bahan ajar yang sensitive gender (peka terhadap perubahan-perubahan budaya masyarakat pemakai bahan ajar tersebut). Misalnya di era lampau belum ada wanita yang dapat menyetir mobil, kini karena perubahan wanita dapat pula menyetir mobil.
 Bahan ajar yang tidak lagi menggambarkan stereotip gender yang dapat memberikan pemahaman yang negatif terhadap siswa
 Bahan ajar yang tidak malah ‘menjungkirbalikkan’ tatanan budaya yang ada, tapi malah sangat memperhatikan budaya tersebut.
 Bahan ajar yang menggambarkan bahwa peran, status social antara laki-laki dan perempuan dapat dipertukarkan sesuai kemajuan zaman.
 Bahan ajar yang memperlihatkan hubungan social antara laki-laki dan perempuan yang setara.
 Bahan ajar yang dapat menanamkan konsep bahwa menjadi laki-laki dan perempuan adalah sama berharganya. Tidak ada yang lebih rendah, sesuai anugerah Tuhan YME.

2.2.3 Kiat Menyusun Bahan Ajar/Buku Teks Pelajaran yang Berwawasan
Gender
Cara yang paling efektif menyusun bahan ajar yang berwawasan gender adalah sebagai berikut.
 Penulis atau pengarang benar-benar menyadari akan pentingnya peran gender dalam kehidupan anak-anak pengguna buku itu pada masa nantinya. Tidak sekedar menulis bahan ajar yang mengedapankan ‘provit’ semata. Juga tidak didasarkan pada pengalaman penulis di masa lampau (ketika penulis masih di SD/MI misalnya).
Contoh :
 Perhatikan penggunaan nama tokoh. Tidak selamanya tokoh wanita harus di dapur, main lompat tali, menangis, membantu ibu dll. Begitu pula yang laki-laki.
 Perhatikan ilustrasi atau gambar. Buatlah cukup seimbang antara peran laki-laki dan perempuan.
 Perhatikan pula karakter yang dibangun oleh tokoh. Hindari penggunaan tokoh laki-laki yang ternyata ‘berkarakter’ perempuan atau sebaliknya.
 Editor dan illustrator benar-benar meneliti mulai dari bahasa, ilustrasi maupun isi dari buku-buku yang dikarangnya atau dieditnya apakah sudah benar-benar berwawasan gender.
Contoh :
 Perhatikan ilustrasi yang diminta pengarang/penulis. Penuhi gambar yang diinginkan. Bisa jadi gambar yang diminta penulis itu telah dipikirkan konsepnya.
 Bila berhadapan dengan penulis pemula, beri pemahaman yang cukup tentang ilustrasi yang diharapkan sesuai dengan konsep gender.
 Teliti nama tokoh dan karakter yang digunakan dalam bahan ajar.
 Penerbit harus memberikan perhatian yang cukup terhadap buku-buku yang belum berwawasan gender. Tidak berpaku pada target-target penulisan saja.
Contoh :
 Melaksanakan workshop bagi penulisnya tentang pentingnya bahan ajar yang berwawasan gender.
 Memberikan waktu yang cukup bagi penulis untuk menghasilkan bahan ajar yang bagus baik dari sisi materi maupun bahasa yang berwawasan gender.
Dengan tiga komponen tersebut diharapkan bahan ajar yang berwawasan gender dapat diciptakan dengan baik.

2.3 Tulisan Siswa
Tulisan siswa dapat dijadikan indicator implementasi konsep gender dalam pembelajaran di SD-MI dengan beberapa alasan:
 Tulisan siswa merupakan cerminan dari berbagai macam konsep yang telah diterima siswa dan telah terinternalisasikan;
 Tulisan siswa merupakan hasil yang konkret dari proses belajar mengajar yang dilaksanakan guru di kelas;
 Tulisan siswa juga merupakan hasil karya tertinggi siswa yang dapat mewakili pemahaman siswa terhadap konsep gender.
Berdasarkan penelitian sederhana yang kami lakukan terhadap karya siswa di beberapa SDN di Kab. Lamongan, Kab. Nganjuk, dan Kota Malang menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
 Masih banyak (62%) ditemukan di tulisan siswa klausa ataupun kalimat yang belum responsive gender, seperti : Ibu pergi ke pasar, Bapak ke ladang, Adik digendong ibu, Ibu membuatkan minum tamu.
 Lebih dari separo (58%) siswa masih menuliskan beberapa permainan dalam tulisannya yang sebenarnya tidak lagi didominasi perempuan atau laki-laki seperti main petak umpet (perempuan), go back so door (Jawa = obag sodor) (perempuan), catur (laki-laki).
 Masih sekitar 20% guru mengesankan kepada anak-anak yang lain bahwa tulisan yang selalu rapi adalah tulisan anak perempuan dan sebaliknya yang selalu kotor dan tampak tidak rapi adalah tulisan anak laki-laki.

2.4 Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah dapat dijadikan indicator implementasi konsep gender dalam pendidikan di sekolah dasar karena lingkungan sekolah membutuhkan penataan yang sedemikian rupa sehingga bisa mengarahkan kepada pembelajaran yang responsive gender. Lingkungan sekolah meliputi: penataan kelas, laboratorium, arena bermain, perpustakaan, dll. Berikut ini disajikan gambaran beberapa contoh penataan yang responsive gender:











DAFTAR PUSTAKA


1. Syarifudim, Bunyamin dan Ponco Satrio, 2000, Terampil Menggunakan Bahasa Indoesia untuk Sekolah Dasar (SD) Kelas III, Bandung: Grasido disingkat “IMBI”,
2. Rastuti, Hestiu Puji dan Wijayanti, 1997. Belajar Bahasa Indonesia untuK kelas II Sekolah Dasar (SD), Klaten: Intan Pariwara disingkat “BB-I”
3. Muchtar. SP, 2001. Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas 3 Tengah Tahun Pertama, Jakarta : Grasindo
4. Djenen Bale Sumadi Sutrijat, 2002. Ilmu Pengetahuan Sosial kelas 3 Sekolah Dasar (SD)
5. Rahmat, Sukidjo, Tukimo, Kewarganegaraan 2 citizenship Untuk Sekolah Dasar Kelas 2, Jakarta: Grasindo, 2003, Hal. 85 – 90 (dengan perubahan gambar dan penyesuaian teks)
6. Wuningswanth Alan, 1995. Choosing Your Coursebook, Oxford : Heinemann
7. Yulaswati, Ella dkk, 1994. Penulisan Bahan baku Pelajaran, Jakarta. Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan
8. Sumardi, 2000. Panduan Penelitian, Pemilihan, Penggunaan dan Penyusunan Bahan Pelajaran Bahasa Indonesia SD, Jakarta: Grasindo
9. Bale, Djenen & Sumardi, 2002. Ilmu Pengetahuan Sosial SD, Jakarta: Balai Pustaka
10. S.P. Muchtar, 2002. Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Kelas 3 SD, Jakarta: Yudhistira.
11. Yustina Rustiawati, 1998. Sharing Lives : Content Analysis Report on Primary Schools Textbooks. Jakarta
12. Bina Swadaya, 1994. Badan Pengembangan Swadaya Masyarakat
13. Kewarganegaraan, Rachmat, Sukidjo, Tukimo: Grasindo: Jakarta 2003
14. Yulfita Raharjo, Emi Susanti,Hasil Studi Bahan Ajar Tahun 2003,

Kamis, 07 Agustus 2008

MENCOBA UNTUK MENGERTI ORANG LAIN

Agar kita dimengerti orang lain, setidaknya kita harus mempunyai 10 hal di bahwa ini:

Ketulusan:

Ketulusan menempati peringkat pertama sebagai sifat yang paling disukai oleh semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus selalu mengatakan kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura- pura, mencari-cari alasan atau memutarbalikkan fakta. Prinsipnya "Ya diatas Ya dan Tidak diatas Tidak". Tentu akan lebih ideal bila ketulusan yang selembut merpati itu diimbangi dengan kecerdikan seekor ular. Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi keluguan yang bisa merugikan diri sendiri.

Kerendahan Hati:

Berbeda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan, kerendah hatian justru mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa membuat orang yang diatasnya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnya tidak merasa minder.

Kesetiaan:

Kesetiaan sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya. Orang yang setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat.

Positive Thinking:

Orang yang bersikap positif (positive thinking) selalu berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk sekalipun. Dia lebih suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang lain, lebih suka bicara mengenai harapan daripada keputusasaan, lebih suka mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dan sebagainya.

Keceriaan:

Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan tidak harus diartikan ekspresi wajah dan tubuh tapi sikap hati. Orang yang ceria adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain, juga dirinya sendiri. Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong semangat orang lain.

Bertanggung jawab:

Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya.

Ketika mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk disalahkan. Bahkan kalau dia merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan menyalahkan siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang bertanggung jawab atas apapun yang dialami dan dirasakannya.

Percaya Diri:

Rasa percaya diri memungkinkan seseorang menerima dirinya sebagaimana adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang percaya diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Dia tahu apa yang harus dilakukannya dan melakukannya dengan baik.

Kebesaran Jiwa:

Kebesaran jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memaafkan orang lain. Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci dan permusuhan. Ketika menghadapi masa- masa sukar dia tetap tegar, tidak membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.

Easy Going:

Orang yang easy going menganggap hidup ini ringan. Dia tidak suka membesar-besarkan masalah kecil. Bahkan berusaha mengecilkan masalah- masalah besar. Dia tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir dengan masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah yang berada di luar kontrolnya.

Empati:

Empati adalah sifat yang sangat mengagumkan. Orang yang berempati bukan saja pendengar yang baik tapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang lain. Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi kedua belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya sendiri. Dia selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.


Semoga pribadi kita seperti yang disebutkan diatas ato paling gak ada satu sifatlah yang sesuai dengan kita.